Merindukan Kedamaian Dalam Berbangsa
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Senin, 2 Maret 2015 . in Dosen . 2155 views

Kedamaian adalah kehidupan yang didambakan oleh semua orang. Sekalipun seseorang sehari-hari terlibat pertengkaran, berselisih dengan orang lain, dan bahkan konflik berkepanjangan, sebenarnya yang bersangkutan juga tidak menyenangi kehidupan yang demikian itu. Mereka ingin hidup tenteram dan damai. Umpama saja mereka sehari-hari terlibat perseteruan, maka sebenarnya mereka ingin meninggalkan suasana yang tidak menyenangan itu.

Demikian pula bangsa Indonesia ini sebenarnya telah lama mencita-cintakan terwujudnya kehidupan yang damai dan sejahtera. Keberadaan pemerintah mulai dari pusat hingga di daerah diharapkan mampu mewujudkan cita-cita itu. Namun ternyata, perjuangan untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mudah. Bahkan untuk meraih kedamaian kadang juga harus mengorbankan sebagian kedamaian orang lain.

Bangsa Indonesia ini sudah merdeka puluhan tahun, ternyata belum berhasil mewujudkan kehidupan warga negara yang damai dan apalagi sejahtera. Sehari-hari yang terdengar adalah masalah, baik terkait dengan ekonomi, pendidikan, sosial, poilitik, hukum, dan sebagainya. Berbagai masalah itu datang dan pergi silih berganti. Satu masalah belum selesai, maka datang lagi masalah berikutnya. Hidup ini terasa diliputi oleh masalah.

Dalam kehidupan berbangsa dan berbegara, sejak beberapa tahun yang lalu, bangsa Indonesia menyadari terhadap betapa besarnya dampak yang ditimbulkan oleh korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah. Atas kedasaran itu, melalui undang-undang, pemerintah membentuk sebuah lembaga yang khusus bertugas memberantas korupsi. Diharapkan melalui lembaga tersebut, korupsi bisa diberantas, sehingga pejabat pemerintah menjadi bersih dari kegiatan yang merugikan uang negara.

Hasilnya adalah berbagai kalangan yang melakukan penyimpangan uang negara ditangkap dan dipenjarakan. Jumlahnya cukup banyak. Oknum pejabat pemerintah mulai dari bupati, wali kota, gubernur, anggota DPRD, DPR, Pimpinan Bank, BUMN, kejaksaan, kehakiman, pimpinan perguruan tinggi, dan bahkan oknum KPK sendiri ternyata melakukan korupsi dan atau bentuk penyimpangan lainnya. Oleh karena sedemikian banyak orang yang dianggap melakukan korupsi itu, akibatnya fasilitas penjara menjadi penuh dan tidak cukup lagi menampungnya.

Namun anehnya, usaha yang demikian gigih tersebut ternyata belum mampu menghilangkan korupsi dan bahkan semakin lama kasus-kasus yang ditemukan semakin bertambah jumlahnya. Seolah-olah keberadaan lembaga yang khusus memerangi korupsi tidak membawa hasil dalam arti mencegah terjadinya penyimpangan uang negara itu. Bahkan, akibat dari keberadaan KPK memunculkan konflik, perseteruan, rasa dendam, saling mengancam, memutus tali sillaturrahmi, dan lain-lain.

Konflik antara Polri dan KPK sudah berlangsung lama dan pada akhir-akhir ini tumbuh kembali, hingga berdampak sedemikian luas. Konflik di antara dua lembaga tersebut hingga digambarkan sebagai perseteruan antara cicak dan buaya. Penggambaran tersebut sebenarnya merupakan hal yang tidak elok, yakni antar lembaga negara sendiri sudah tidak menunjukkan keterpaduannya. Dampak lainnya, sehari-hari terdengar perdebatan antar eite tentang sesuatu yang sebenarnya tidak boleh terjadi, perasaaan bahwa pejabat negara dikriminalkan, lahir perasaan telah diperlakukan tidak adil, kebijakan tebang pilih, dan seterusnya. Suasana menyedihkan itu mewarnai kehidupan di masyaakat sehari-hari.

Akibat dari keadaan tersebut, menjadikan para pejabat dan pemimpin bangsa yang seharusnya dihormati, didengarkan dan diikuti nasehatnya, tetapi justru sebaliknya, yaitu diprotes, didemo, dihujat, dan bahkan disumpah serapah oleh karena dianggap salah. Kenyataan seperti itu menjadikan seolah-olah dalam kehidupan masyarakat sudah tidak ada orang yang dituakan, atau yang didengarkan nasehat dan atau petuahnya. Kehidupan masyarakat diliputi oleh suasana saling curiga mencurigai, kekhawatiran yang berlebihan, su'udzan, dan sifat-sifat buruk lainnya.

Akhirnya, masyarakat akan semakin jauh dari kedamaian, dan yang terjadi adalah justru sebaliknya, yaitu akan mudah marah, mudah menyalahkan orang lain, saling mencurigai, menganggap orang lain dan bahkan pemimpinnya sendiri berperilaku buruk, dan berbuat negatif lainnya. Hubungan baik antar orang, misalnya, saling percaya, saling memahami, menghargai, saling menyayangi, dan kesediaan bekerja sama akan semakin hilang. Jika keadaan sebagaimana digambarkan tersebut tidak seera diperbaiki, sebenarnya bangsa ini akan semakin jauh dari apa yang dicita-citakan. Korupsi memang berbahaya, akan tetapi dampak dari pemberantasan korupsi yang tidak dilakukan dengan hati-hati dan arif, maka justru akan membawa akibat yang lebih berbahaya lagi.

Tatkala negara ini kehilangan uang sebagai akibat korupsi, maka sebenarnya memang banyak pihak yang dirugikan. Akan tetapi jika bangsa ini dipenuhi oleh orang-orang yang sakit hati, kecewa, dendam, permusuhan, marah, dan lain-lain, maka resikonya akan jauh lebih besar dibanding korupsi itu sendiri. Apalagi kekecewaan dan kemarahan itu dirasakan oleh orang-orang yang memiliki berbagai kekuatan, maka daya perusaknya akan semakin dahsyat. Upaya menghentikan dampak dari suasana suasana hati yang terganggu tersebut pasti tidak mudah dan tidak murah. Selain itu, kerinduan akan terwujudkan kehidupan yang damai akan semakin mahal dan tidak bisa terbayangkan, kapan akan terwujud. Wallahu a'lam.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up